“Anjing!” kataku. “Buruan goblog!” kataku lagi kepada seorang pengendara motor yang ada di depanku. Bahkan aku sempat menginjak knalpot motornya dengan kaki kiriku. Ia nampak menoleh padaku. Matanya meracun. Seperti sedang mencaci maki didalam hati namun tidak berani mengucapnya lewat mulut.
Aku menatapnya tajam sembari mengeluarkan ekspresi marahku. Mataku melotot berusaha memunculkan aura bengis. Nafasku lantas aku paksakan seperti sedang berburu biar terkesan emosi. Tapi sebenarnya, kuharap ia tidak melawanku. Karena aku tidak sungguh-sungguh ingin bertarung dengannya. Bahkan kurasa aku tidak berani jika itu terjadi. Ini hanya sekedar intermezzo saja. Hanya sekedar meluapkan rasa kesal karena kemacetan yang terlalu panjang. Aku khawatir macetnya menggagalkan pertemuanku dengan Nabila.
Untungnya, orang itu tidak meladeniku. Ia memilih sabar dan membiarkan kekonyolanku barusan sebagai angin lalu. Duh! Dia benar-benar orang yang baik. Jrang sekali ada orang yang seperti dia. Sabar dan memilih jalan damai untuk menyelesaikan suatu masalah.
Macet masih saja panjang. Bahkan semua kendaraan tidak bisa bergerak sama sekali. Ternyata, hal ini disebabkan oleh sebuah truk yang terguling tanpa sebab.
Shitttttt, dari pada aku harus menunggu kemacetan terlalu lama, lebih baik aku menitipkan motorku di warung sebrang. Biar aku jalan kaki saja. Aku takut Nabila menunggu terlau lama. Lagi pula dari rancapanggung menuju jembatan ciminyak jaraknya cukup dekat. Bahkan jalan kaki pun mungkin hanya membutuhkan waktu beberapa menit.
Aku langsung berlari. Berusaha memangkas waktu agar bisa sehemat mungkin.
Namun, baru saja beberapa langkah, aku lantas dikagetkan oleh sesuatu. Aku melihat langit mendadak hitam. Nampak muram dan pucat. Seperti sedang mendung. Gelap. Namun? Kenapa tiba-tiba hitam?
Ah, ada apa ini? Sungguh tak biasa. Fenomena apa gerangan yang terjadi saat ini? Aku tak mengerti. Kenapa langit mendadak gelap? Membuatku merasa ngeri. Kulihat semua orang nampak heran. Kurasa mereka merasakan kebingungan yang sama seperti apa yang kurasakan.
Kulihat lagi, dari satu titik dilangit, nampak seperti ada sebuah lubang yang tiba-tiba muncul. Seperti lubang yang menjorok kedalam. Nampak mengerikan.
Dan dari dalam lubang tersebut seperti ada petir-petir yang saling sambar. Kilatan-kilatan cahaya yang bermunculan. Seperti blitz kamera yang sedang memotret narsis tiada henti.
Aku semakin bingung dengan kondisi ini. Namun persetan! aku harus tetap berlari. Aku harus menemui Nabila. Aku harus bertemu dengannya.
Hingga akhirnya, aku sampai di jembatan Ciminyak. Lantas menyambangi warung ikan bakar. Namun disana tidak ada siapa-siapa. Karena semua orang semuanya sedang berada diluar ruangan. Mereka semua sedang menyaksikan fenomena alam yang terjadi di langit. Hingga aku kebingungan mencari Nabila.
“Hallo! Billa? Dimana?” kataku lewat telepon.
“Aku disini. Didekat angkot kuning yang ada diujung jembatan,” katanya.
“Tunggu! Jangan kemana-mana! Aku segera kesana.”
Lantas aku berjalan. Mataku memantau. Fokus pada orang-orang yang ada di dekat jembatan. Dan, jlebbbbb! Tak lama mataku beradu pandang dengan sosok gadis yang cantik parasnya. Matanya bersinar. Senyumnya menggores. Ya, dia Nabila. Pacarku yang dua minggu lalu baru jadian. Ia nampak manis seperti yang ada di foto.
“Nabila ya?” kataku menyapa. Jantungku deg-deg serrrr. Agak malu.
“Iya,” jawabnya. “Ini Aa ya?” tanyanya.
“Heu’eumh..” jawabku.
Lantas kita saling mengeluarkan senyum. Tak ada kata untuk beberapa saat. Kecuali salah tingkah. Aku garuk-garuk kepala. Bingung. Dan nabila sesekali memalingkan muka, seperti malu untuk berhadapan denganku. Mukanya merah-merah merona.
Ya, seperti wanita pada umumnya. Jika sedang berkomunikasi via facebook atau hape, ia akan terkesan seru dan rame. Semuanya mengalir begitu indah. Namun ketika bertemu di dunia nyata, dan saling berhadapan, semua terasa beda! Ada malu-malu kucing yang ngingintil tiada henti. Tapi tak apalah. Justru disana letak sensasinya. Deg-deg serrrr.
“Billa!” seruku.
“Apa?” katanya lembut.
“Maaf ya! Tadi Aa telat datangnya,” kataku.
“Iya ih! Kenapa kok bisa telat datangnya?” katanya
“Mungkin Aa hamil. Jadi telat datangnya,” jawabku.
“Ih?” Billa nampak bingung. Mungkin ia tidak mengerti candaanku.
Lantas kita melanjutkan obrolan. Ya, obrolan ringan, Bahas-bahas status facebook dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pribadi masing-masing. Maklum, ini pertemuan pertama yang pastinya akan penuh dengan penjajakan.
Namun disela keromantisan suasana, dari arah langit tiba-tiba terdengar suara gemuruh dahsyat serta suara raungan binatang buas. Aku lantas memfokuskan pandanganku kelangit. Dan kurasa semua orang pun begitu. Nabila tiba-tiba memeluk lenganku. Ia nampak ketakutan.
Tapi entah kenapa terkesan sedikit romantis, cie.
Kulihat dari lubang yang ada dilangit nampak keluar sesosok monster. Aku kaget, seperti di film Ultraman. Matanya merah. Kepalanya seperti ikan bandeng. Bersisik. Hidungnya seperti hidung babi. Ia meluncur begitu cepat dari langit. Dan langsung menghujam ke sungai yang berada di sebelah pasar Rancapanggung. Sejajar dengan posisiku dan Nabilla berdiri di Jembatan Ciminyak.
Sontak semua orang langsung menjerit dan lari berhamburan. Kendaraan yang terkena macet pun banyak yang ditinggalkan oleh pemiliknya.
Aku dan Nabilla pun ikut lari. Namun Nabilla tersenggol oleh seseorang hingga ia terpeleset dan Jatuh ke sungai yang ada dibawah Jembatan. Aku panik melihat Nabilla terjatuh. Aku langsung terjun untuk menyelamatkannya.
Kutangkap Nabilla yang tenggelam, kubawa ia ke darat. Ia pingsan. Namun tetap terlihat cantik. Aku memberinya nafas buatan. Biar segera sadar dan kembali menjadi perempuan.
Dan benar saja, ia langsung sadar. Walau mulanya batuk-batuk.
“Kamu baik-baik saja?” tanyaku.
Ia menganggukan kepala. Tanda bahwa ia memang cukup baik.
“Billa, maaf. Barusan aku memberimu nafas buatan. Kondisinya emergensi,” terangku.
Muka Nabilla memerah mendengar ucapanku. Mungkin ia sudah kembali menjadi perempuan.
***
Raungan monster tergema. Tingkahnya brutal mencerminkan monster yang liar. Bahkan sesekali ia merusak rumah-rumah yang ada disekitaran sungai. Ia berjalan menyusuri sungai. Menuju kearah dimana kami berada.
Aku dan nabilla tidak bisa beranjak pergi. Kaki nabilla terkilir. Dan kita sudah terlalu lemah untuk menyelamatkan diri akibat terjatuh dan tenggelam tadi. Sementara semua orang sudah tiada. Mereka menyelamatkan diri masing-masing. Tersisa hanya aku dan Nabilla.
Nabilla nangis. Ia ketakutan. Air matanya bening. Indah sekali. Namun aku merasa banci bila membiarkan nabilla menangis, apalagi sampai celaka. Aku harus melindunginya. Mungkin aku harus melawan monster itu. Tapi bagaimana caranya? Aku bingung. Monsternya besar, seukuran gunung aseupan.
Lantas aku bermunajat sejenak kepada Tuhan. Memohon lindungan serta jalan keluar atas semua permasalahan ini.
Tiba-tiba, ada sebuah tas jatuh dari atas jembatan. Mungkin akibat getaran yang timbul dari langkah kaki sang monster. Tas tersebut jatuh tepat dihadapanku. Tepat sesaat setelah aku berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kulihat nampak ada wajit, makanan khas daerah Cililin yang berceceran dari dalam tas. Dan Entah kenapa, aku langsung ingin mengambilnya. Apalagi setelah melihat kemasannya yang bertuliskan, "wajit sakti gurih dan legit".
Kuambil satu, kubuka bungkusnya yang memang terbuat dari daun jagung kering. Benar saja, ini adalah wajit khas yang jarang ada di daerah lain. Wajit legenda yang hanya ada di Cililin. Tekstur luarnya begitu kering namun dalamnya terasa lembut. Aku langsung menyantapnya. Menikmati rasa manisnya.
Eummmh enak.
Beberapa detik berselang setelah aku menyantap wajit, entah kenapa mataku langsung terasa silau. Kepalaku terasa dingin. Tubuhku terasa ringan. Aku benar-benar kaget. Aku seperti melayang. Ada apa ini? Apa yang terjadi padaku?
Pandanganku semua terasa putih. Aku tidak bisa melihat sesuatu apapun kecuali warna putih. Bahkan aku tidak bisa mendengar apa-apa. Aku seperti sedang meluncur ke suatu alam yang berbeda. Alam yang bukan lagi alam bumi. Bukan lagi NKRI yang aku cintai. Aku dimana? Agrrh! Ini seperti mimpi.
Jleb! Tiba-tiba aku berada di padang pasir yang gurun. Seperti berada di dataran wilayah gurun Gobi. Sepanjang mata memandang adalah gurun. Tidak ada sesuatu apapun kecuali sengatan matahari dan hembusan angin yang membawa debu-debu pasir ganas.
Anjrit! Nabila! Dimana ia? Aku khawatir dengannya. Aku takut ia dijadikan cemilan monster itu. Ya Tuhan, mengapa aku disini? Ditempat yang asing ini.
"Jang, lagi apa?" kata seseorang yang tiba-tiba terdengar di belakangku.
Aku kaget. Reuwas teu katulungan. Kok ada orang yg memanggilku ditempat seperti ini. Ah! Segera kubalikan badan dan melihatnya. Ternyata ada seorang kakek-kakek tua memakai dudukui sambil membawa tolombong dan arit.
"Siapa kamu?" kataku dengan nada tegas.
"Hahaha.. Aku adalah orang yang tersesat disini," katanya.
"Bagongg siah!" kataku. "Bawa-bawa sia nu mawa aing kadieu!" lanjutku.
"Hahaha.. Kamu sedang emosi anak muda. Tenanglah!" katanya.
Sejenak aku menatapnya. Menatap wajahnya. Ia tidak seperti orang jahat.
"Ini dimana?" tanyaku yang mulai menurunkan emosi.
"Ini di alam ereup-ereup. Sebuah alam yang penuh misteri."
"Maksudnya?"
"Ya, ini misteri, Jang. Aku pun tak mengerti. Sudah lama aku ingin keluar dari sini. Namun tak pernah bisa."
"Maksud kamu, kita terjebak disini selamanya?" tanyaku bingung.
"Mungkin."
Mendengar ucapannya, aku lemas. Hidup memang asik. Namun hidup dalam dunia yang sepi apa bedanya dengan mati? Aku bingung dengan semua yang terjadi. Aku.. Ah!
"Ayo ikut denganku!" kata kakek itu.
"Kemana?" kataku.
"Ke tempat berlindung. Sebentar lagi akan ada badai."
"Hah?"
Lantas aku mengikuti kakek itu. Berjalan menyusuri padang pasir yang gurun. Gurun pasir yang luas seperti tiada berujung. Ngoprot kesang pun tiada artinya bila kemudian terus menjadi daki. Mandi pun kurasa hanya sebuah mimpi bila benar terjadi.
Lima jam berjalan, aku dan kakek tua itu sampai disebuah gundukan batu besar yang ada lubangnya. Katanya, itu adalah batu yang ia lubangi sendiri. Khusus ia gunakan untuk berlindung bila akan terjadi badai. Aku nanya, "Gimana cara melubanginya? Ini kan keras?".
Ia jawab, "Hahaha, saat pertama kesini, aku fokus mematangkan ilmu tenaga dalam yang telah aku gali selama menjadi pendekar gunung halu."
Kemudian ia menunjukan caranya padaku. Dan, Jebrett! Batunya langsung bolong.
"Anjritt!" kataku kagum. "Iya gitu? Kamu Pendekar Gunung Halu?" tanyaku penuh heran.
"Hahaha, itu dulu" jawabnya.
Aku langsung menyungkur. Memberikan rasa hormat padanya. Betapak tidak, jika benar ia adalah pendekar Gunung Halu, itu akan sangat luar biasa. Pendekar Gunung Halu adalah pahlawan legenda dari Gunung Halu. Ia adalah pembela kenenaran dan penumpas kejahatan pada masa penjajahan. Ia terkenal dengan pencak silat dan kesaktiannya yang luar biasa.
“Hahaha, kenapa kau berlutut seperti itu anak muda?”
“Pangersa mama pendekar gunung halu, hapunten pisan tadi saya bersikap kurang ajar,”
“Hohoho.. Aing tea,” katanya.
Kemudian kita ngobrol-ngobrol. Atau malah curhat didalam batu yang bolong. Tentunya sambil berlindung dari badai pasir yang ricuh. Aku mendapat informasi darinya, bahwa satu tahun di alam ereup-ereup sama dengan satu detik didunia nyata. Itu artinya aku masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan Nabila dari makan siang monster jahat.
Aku menceritakan kejadian yang kualami didunia nyata pada sang mama Pendekar Gunung Halu. Ia hanya manggut-manggut mendengar curahan hatiku. Aku lantas memohon-mohon agar bisa kembali ke dunia nyata. Namun ia bilang hal itu tidak bisa. Kecuali aku mampu mengalahkan siluman huntu rangoas yang masih menguasai alam ereup-ereup. Selain itu aku harus mampu merebut wajit cililin yang berada dalam genggamannya agar mampu kembali ke dunia nyata.
“Apakah mama pernah mencoba?” tanyaku.
“Iya, namun aku gagal. Siluman itu terlalu kuat.”
Aku langsung lemas mendengar ucapannya. Serasa langit runtuh mendadak lantas menimpa ubun-ubunku yang sudah terlalu rungsing. Aku menjadi putus harapan. Mungkin memang sudah takdirku untuk tinggal di alam ereup-ereup selamanya. Hingga aku tua. Menyedihkan.
“Tapi...” kata Mama pendekar gunung halu dengan nada ragu.
“Tapi apa?” tanyaku penasaran.
“Ada satu cara agar bisa mengalahkan siluman huntu rangoas.”
“Apa?” tanyaku penuh nafsu sembari memegang kedua tangannya.
“Ada satu jurus yang aku punya. Jurus ‘tukang ngarit mabuk’. Ya, jurus ini mampu mengalahkannya. Namun sayang aku sudah terlalu tua untuk mengeluarkan jurus itu,” ujarnya dengan ekspresi kecewa.
Ahhhh.. akupun jadi ikut kecewa dengan ucapannya. Harapan yang kukira baru muncul sedikit sudah ditebas lagi. Mungkin memang ini takdirnya, aku harus menangis. Meratapi nasib yang begini adanya. Pedahal, aku belum sempat berbuat kebaikan selama masih di dunia.
“Hahahaha,” ia tertawa tiba-tiba. Membuatku kaget sekaligus heran.
“ kurasa ilmuku lebih baik aku wariskan padamu anak muda!” katanya lagi dengan nada optimis.
Setelah itu, aku diberi sebuah tolombong dan arit olehnya. Aku diajari berbagai jurus dan ilmu. Hari demi hari aku lalui untuk berlatih agar bisa menguasai berbagai jurus. Hingga satu tahun kemudian akhirnya aku berhasil mengusai jurus ‘tukang ngarit mabuk’.
Setelah aku mampu menguasai semua jurus yang diajarkan oleh Mama pendekar gunung halu, kemudian aku langsung diantar untuk menemui siluman huntu rangoas. Menempuh perjalanan yang jauh. Mungkin sekitar tiga bulan kami menyusuri padang pasir yang luas untuk akhirnya sampai ditempat palinggihan siluman huntu rangoas yang berada di suatu lembah penuh dengan pohon kaktus.
“Mau apa kalian kemari? Bhuaahahahahaha,” kata siluman huntu rangoas menyambut kedatangan kami.
Aku kaget dengan semua yang kualami ini. Aku begitu ngarumas. Saat ini, dihadapanku ada sesosok raksasa besar dengan muka menyeramkan. Lebih dari itu, ia memiliki gigi yang gondrong. Usut punya usut, giginya itu beracun. Oleh karena itu, katanya ia sering menjadikan giginya sebagai senjata andalan.
“Aku ingin melawanmu, hai siluman huntu rangoas!” ujarku pura-pura berani.
“Bhuahahahahahha.. Coba saja kalau berani!”
Lantas aku menghampirinya dan menebas gigi gondrongnya menggunakan arit. Setelah itu siluman huntu rangoas yang katanya sulit dikalahkan langsung tewas ditempat. Kemudian aku mengambil wajit yang ada di tangannya menggunakan tolombong. Hah! Tidak sesulit yang aku bayangkan. Tidak seru. Tidak seheroik dari penuturan awal. Teu uyahan. Apa-apaan ini? Masa langsung kalah? Ah..
Kemudian aku langsung beranjak dan menyerahkan satu tolombong wajit cililin kepada mama Pendekar Gunung Halu. Kita langsung botram ditempat. Menikmati kelezatan wajit Cililin yang terkenal manis dan legit. Dan, jlebbbbbbbbb! Aku langsung berada dibawah jembatan ciminyak kembali. Kulihat Nabila langsung memeluk tanganku. Ia seperti sedang ketakutan.
Dan nampak pula monster masih menuju kearah dimana aku dan Nabila berada. Suaranya meraung-raung seperti sudah tidak sabar untuk menyantap kami. Bahkan tidak tahu kenapa, monster itu mencoba berlari kearah kami. Namun baru saja menginjakan kaki beberapa langkah, ia nampak tiseureuleu ditengah aliran sungai jembatan Ciminyak. Hahahahaha, aku dan Nabila tertawa melihat kejadian lucu ini. Sungguh gokil sekali. Sosok monster yang berwajah mengerikan dengan raungan yang menggemparkan tiba-tiba tikosewad dan tikusruk di sungai.
“Tunggu disini Nabila! Aku akan menghadapinya,” kataku pada Nabila dengan tatapan meyakinkan.
“Aa..” kata Nabila dengan suara lembut. Ia menatapku penuh rasa khawatir. Matanya berkaca. Oh begitu indah.
“Jangan khawatir! Percaya ka Aa. Semua akan baik-baik saja. Ini demi cinta kita. Pun jika aa meninggal, setidaknya aa meninggal dengan keadaan terhormat. Aa telah memperjuangkan keselamatanmu duhai cinta, oh..” kataku pada Nabila biar terkesan keren.
“Aa! Hiks.. Hiks..” Kata nabila sambil memelukku. Ia menangis dipangkuanku seakan tidak kuasa melepas kepergianku. Oh, begitu romantis, cie.
Bersambung..
Oleh Rifqi Marzooqie
Ilustrasi gambar: http://id.wikipedia.org